banner 728x250

Pemilik Ponpes di Langkat yang Diduga Lecehkan Santriwatinya Bebas, Ridho : Penyidik Polres Langkat Tak Profesional

Pengamat Hukum, Muhammad Arrasyid Ridho SH, MH.
banner 468x60

LANGKAT – Perdamaian antara pelaku sekaligus pemilik Pondok Pesantren (Ponpes) di Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat, yang diduga melecehkan dan mencabuli santriwatinya berusia 14 tahun, masih hangat diperbincangkan di tengah-tengah masyarakat.

Apalagi pelaku berinisial K (35) ustad bergelar Licentiate (LC) disebut-sebut sudah bebas dari penjara, pasca kasusnya dihentikan oleh penyidik Polres Langkat. 

Masyarakat menilai, penyidik Polres Langkat yang menangani perkara ini, diduga tidak professional dan tak tau aturan hukum yang berlaku.

Hal yang serupa dikatakan oleh Pengamat Hukum, Muhammad Arrasyid Ridho, SH, MH saat diwawancarai wartawan, Rabu (8/11/2023).

“Penyidik harus melakukan proses hukum secara professional, dikarenakan korbannya anak. Tidak dapat dilakukan penghentian penyidikan dengan alasan apapun, walaupun Restorative Justice (RJ),” ujar Ridho. Lanjut Ridho, dalam perkara tindak pidana pelecehan seksual atau kekerasan seksual terhadap anak yang diatur di dalam undang-undang perlindungan anak, perkara ini merupakan delik hukum biasa, bukan delik aduan.  

Bahkan di dalam proses tindak pidana terhadap anak, tidak mengenal namanya Restorative Justice. 

“Kalau lah misalnya terjadi perdamaian antara pelaku dengan orangtua korban, itu hanya secara moral saja, dan sah-saja aja. Tetapi tidak bisa menghapuskan pidana, ataupun tidak bisa sertamerta menghentikan proses penyidikan,” ujar Ridho. 

“Apabila proses hukum atau proses penyidikan ini dihentikan dengan alasan Restorative Justice ataupun alasan apapun, penyidik telah keliru. Sehingga perlu juga kita pertanyakan ke penyidik, bila perlu penyidik yang terlibat dalam persoalan ini harus dilakukan pemeriksaan, kenapa ini bisa terjadi,” sambungnya. 

Ridho menambahkan apalagi kemarin pelaku sudah ditetapkan tersangka dan sudah ditahan. 

“Ditegaskan, dalam pidana kekerasan seksual atau pelecehan sesksual terhadap anak, tidak dapat dihentikan penyidikannya dengan alasan Restorative Justice atau alasan apapun dengan berdasarkan perdamaian,” ujar Ridho. 

Tak sampai di situ, Ridho menilai perdamaian antara pelaku dengan orangtua korban, siapa yang bisa menjamin bahwa perdamaian ini berdampak baik terhadap si anak atau korban. 

Seorang anak secara hukum dimata hukum, adalah orang yang dianggap belum cakap terhadap hukum, dianggap belum mampu berfikir secara baik dalam melakukan segala sesuatunya. 

“Dan apakah perdamaian ini sudah dapat dipastikan menghilangkan traumatik yang dialaminya. Apakah perdamaian ini juga mengobati skilogisnya, ini tidak ada yang bisa menjamin. Maka itu, tidak dapat dilakukan perdamaian ataupun RJ dalam perkara ini,” tegas Ridho.

Namun, jika penyidik menjembatani atau melakukan RJ dalam perkara ini, Ridho mengatakan itu adalah hal yang sangat keliru dilakukan penyidik.

“Kita gak ngerti kenapa penyidik melakukan ini, menurut saya penyidik telah melakukan kesalahan melakukan RJ ataupun penghentian perkara ini. Dan saya menyarankan, harus dilakukan pemeriksaan terhadap penyidik. Apakah penyidik benar-benar tidak memahami aturan hukum berlaku, atau ada hal-hal lain,” ujar Ridho. 

Tapi, menurut Ridho jika korbannya orang dewasa dan sama-sama masih single, mungkin masih bisa dilakukan RJ. 

“Ini korbannya adalah anak. Apa solusi dalam pelecehan seksual terhadap anak, saya pikir tidak ada. Meski dihadiahi uang dengan jumlah berapa pun, ini tidak dapat mengobati traumatik ataupun luka psikis yang dialami oleh anak. Apalagi di dalam perkara ini, pelaku itu adalah seorang tenaga pengajar atau guru. Di mana undang-undang perlindungan anak ini mendapatkan pemberatan penambahan sepertiga dari hukuman,” tutupnya. 

Dikabarkan sebelumnya, Pemilik Pondok Pesantren (Ponpes) di Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, berinisial K (35) yang diduga melecehkan dan mencabuli santriwatinya berakhir damai. 

Bahkan K dikabarkan sudah bebas dari penjara dan diduga kembali ke tempat tinggalnya.

Padahal K ustad bergelar Licentiate (LC) telah terbukti bersalah dan sudah ditahan di Polres Langkat sejak, Selasa (17/10/2023) lalu.

“Pelaku dan korban sudah berdamai. Keluarga korban meminta, bantu lah pak ustad ini pak, dia sudah minta minta maaf sama kami, sudah damai perkara itu. Perkara dalam kasus itu, sifatnya hanya memegang paha,” ujar Plh Kasat Reskrim Polres Langkat, Iptu Sihar Sihotang saat menirukan ucapan keluarga korban, Selasa (7/11/2023). 

Lanjut Sihar, dengan berbagai pertimbangan, pihaknya pun melakukan Restorative Justice (RJ) antara korban dan pelaku. 

“Yang penting jangan terulang lagi, jadi kami Restorative Justice (RJ) kan lah perkara ini. Yang minta perdamaian ini korbannya bukan pelaku,” ujar Sihar. 

Menurut pendamping korban dari UPTD PPA Pemerintah Kabupaten Langkat, Malahayati istri K sudah berulang kali mendatangi keluarga korban, memohon untuk berdamai.

“Makanya perdamaian itu diketahui lurah saya bilang, jangan sampai berdampak sosial. Perdamaian ini pertanggal berapa saya kurang ingat, mungkin dua atau satu minggu yang lalu,” ujar Sihar.

“Kalau sudah damai dengan cara RJ bagaimana kita buat. walaupun itu korbannya anak,” sambungnya. 

Dikabarkan sebelumnya, pemilik pondokpesantren (Ponpes) di Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, yang melecehkan dan melakukan pencabulan terhadap santriwatinya, ditangkap oleh unit PPA Sat Reskrim Polres Langkat. 

Pemilik ponpes sekaligus pelaku pelecehan atau pencabulan berinisial K (35) diamankan Unit PPA Sat Reskrim Polres Langkat pada, Selasa (17/10/2023).

Kapolres Langkat AKBP, Faisal Rahmat Husein Simatupang melalui Kasi Humas Polres Langkat, AKP S Yudianto, menerangkan bahwa kasus ini bermula adanya pengaduan dari orangtua korban berinisial A warga Kecamatan Sei Lepan, bahwa anaknya yang berinisial N (14) telah dicabuli oleh pelaku K.

“Kejadian ini mula diketahui pada, Jumat, 25 Agustus 2023, pada saat A dihubungi oleh adik kandungnya yang mengatakan bahwa N yang merupakan anak kandung A telah menjadi korban pelecehan yang dilakukan oleh K,” ujar Yudianto, Rabu (18/10/2023). 

Lanjut Yudianto, dimana K telah mengelus-elus beberapa bagian tubuh N seperti tangan, punggung, dan paha serta memegangi kaki N.

Mendapat info tersebut kemudian orangtua korban langsung menjumpai anaknya di rumah adiknya. Di mana pada saat ayah korban menanyakan perihal kejadian tersebut, N mengakui telah mendapat perlakuan yang tidak sepantasnya dari K, tepatnya, Minggu, 20 Agustus 2023.

“Pada saat ayah korban beserta keluarganya, kadus dan kepling menjumpai pelaku K, pelaku mengakui telah berbuat hal yang tidak pantas terhadap N. Atas kejadian tersebut kemudian orangtua korban merasa keberatan dan melaporkannya ke Polres Langkat guna proses hukum selanjutnya,” ujar Yudianto.

Atas kejadian itu, pelaku K disangkakan atau dijerat dengan pasal 82 ayat (1) Jo Pasal 76E tentang perubahan atas UU No 17 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman paling singkat 5 tahun penjara dan paling lama 15 tahun. (*)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Slot Luar Negeri
Scatter Hitam Slot Scatter Hitam Mahjong