LANGKAT – LBH Medan bersama perwakilan guru honorer di Kabupaten Langkat mendatangi Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Republik Indonesia di Jakarta beberapa waktu yang lalu.
Kedatangan mereka untuk memohon keadilan atas adanya proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam seleksi PPPK guru Kabupaten Langkat tahun 2023.
Tak hanya itu, LBH juga mendampingi Meilisya Ramadhani, orang yang membongkar dugaan kecurangan dan korupsi pada seleksi PPPK guru, yang saat ini diduga dikriminalisasi dan dilaporkan ke Polres Langkat.
Kehadiran LBH Medan dan guru honorer diterima dengan baik oleh kompolnas. Dalam pertemuan tersebut LBH menjelaskan secara detail permasalahan PPPK Langkat.
Kemudian Meilisya menjelaskan upaya kriminalisasi terhadap dirinya serta menyerahkan bukti- bukti kepada Sekretaris Kompolnas, Irjen Pol (Purn) Benny Jozua Mamoto, Komisioner Poengky Indarti dan Mohammad Dawam.
“Pasca pertemuan tersebut, pada 28 Oktober 2024 Kompolnas secara tegas menyatakan sikapnya. Yaitu untuk mendesak Polda Sumut untuk menahan para tersangka dugaan korupsi seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) di Kabupaten Langkat tahun 2023,” ujar Direktur LBH Medan, Irvan Saputra, Rabu (30/10/2024).
Lanjut Irvan, Kompolnas menilai Polda Sumut lambat dalam mengusut dugaan korupsi yang dilaporkan LBH Medan pada 26 Januari 2024 lalu.
“Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti mengatakan, pihaknya berharap kasus dugaan korupsi segera P-21 dan para tersangka dapat ditahan karena diduga melakukan intimidasi, menghilangkan barang bukti, serta berpotensi melarikan diri,” ujar Irvan.
Kemudian Irvan menambahkan, Kompolnas mengatakan kelima tersangka yang tidak ditahan oleh Polda Sumut, turut menyebabkan kriminalisasi pada guru horoner, Meilisya Ramadhani, yang juga ikut membongkar dugaan korupsi seleksi PPPK Langkat 2023.
“Pelaporan Meilisya ke Polres Langkat adalah imbas dari laporan dugaan korupsi yang saat ini masih ditangani oleh Polda Sumatera Utara,” ucap Irvan.
Kompolnas juga membandingkan adanya perbedaan yang mencolok proses penyidikan yang dilakukan Polda Sumut terkait penyidikan Kabupaten Langkat dengan Kabupaten Mandailing Natal dan Batubara.
Anehnya dalam kasus PPPK Langkat lima orang tersangka tidak ditahan dan belum P21.
“Perlu diketahui tindak pidana korupsi adalah kejahatan luar bisa atau disebut denga extra ordinary crime. Karena merupakan tindak pidana yang sangat merusak sendi-sendi kehidupan dan perkonomian masyarakat serta menyebabkan kerugian negara,” ujar Irvan.
Diketahui Polda Sumut telah menetapakan lima orang tersangka dalam kasus seleksi PPPK guru, yaitu Kepala Dinas Pendidikan Langkat, Saiful Abdi, Kepala BKD, Eka Depari dan Kasi Kesiswaan SD Disdik Langkat, Alexander dan 2 Kepala Sekolah masing-masing bernama Rohayu Ningsih serta Awaluddin.
Namun hingga saat ini lima Tersangka dugaan korupsi seleksi PPPK tersebut tidak ditahan Polda Sumut dengan alasan koperatif.
Hal ini jelas mencedarai keadilan, hukum dan HAM. Serta telah bertentangan dengan Kode Etik Polri.
“Polda Sumut diduga kembali melanggar kode etik dalam hal tidak profesional, prosedural dan proporsional sebagaimana yang diatur dalam pasal 5 huruf c Perpol Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian RI. Serta melanggar etika Kelembagaan dan Etika Kemasyarakatan dikarenakan terhadap 2 tersangka kepala sekolah yang berkas perkaranya sudah lengkap atau P21 pada tanggal 4 september 2024 (1 bulan lalu) tidak kunjung dikirimkan ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara,” tutup Irvan. (*)